Kamis, 07 November 2013

MORALITAS PELAJAR JAMAN SEKARANG

Pelajar yang merupakan aset bangsa dalam mewujudkan cita-cita bangsa serta membela tanah air memang selayaknya bertindak sesuai aturan dan norma yang ada. Selain belajar dan menuntut ilmu, pelajar yang normal seharusnya menjungjung tingkat nasionalisme serta memiliki akhlak yang baik. Jika sudah mempunyai poin-poin tersebut, bangsa kita akan terbebas dari hal-hal yang negative seperti tindakan kekerasan bahkan tindakan asusila.
Belakangan ini Indonesia dikejutkan dengan kelakuan para pelajar yang sudah bertindak diluar batas normal. Bukan hanya melakukan tawuran yang memang sangat merugikan semua pihak, melainkan video porno yang sudah beredar hampir keseluruh tanah air dengan adegan yang menurut dunia pendidikan sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang pelajar apalagi didepan umum. Ironisnya, pelajar-pelajar yang melakukan aksi melakukan tersebut sama sekali tidak merasa keberatan merekam tindakan asusilanya tersebut dan bahkan menjadikan aksi tersebut sebagai lelucon dan gurauan. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi sedangkan yang seharusnya mereka lakukan adalah belajar serta menuntut ilmu demi masa depan mereka dan kemajuan bangsa.
Pemerintah yang menanggapi permasalahan tersebut melihat adanya aspek pengawasan yang rendah dari orang tua pelajar-pelajar tersebut serta rendahnya pengawasan dari aparat setempat jika ditinjau mengenai kasus tawuran antarpelajar bahkan antarmahasiswa. Bimbingan yang kuat serta pengawasan dari pendidik juga sangat diperlukan, apalagi motif yang mendasar adanya tindak kekerasan atarpelajar tersebut adalah persaingan antar sekolah serta dendam pribadi dari salah satu pelajar yang menjadi provokator. Tindakan kekerasan dan asusila yang mewabah kepada pelajar jaman sekarang harus disikapi dengan bijaksana agar adanya penyelesaian yang efesien. Diperlukan pengawasan yang lebih dari orang tua dan pendidik sekarang ini agar pelajar yang bersikap diluar batas bias diarahkan menjadi lebih baik. Jika tidak ada tindakan yang tegas, tawuran dan tindak asusila akan merajalela serta nilai-nilai bangsa akan hilang begitu saja.
Pegawasan yang ketat memang merupakan kunci utama yang harus dilakukan orang tua dan guru-guru sekarang ini. Karena lingkup termudah yang turut andil dalam pencegahan tidak kekerasan dan asusila terhadap pelajar adalah dimulai dari keluarga dan lingkungan sekolah. Pemerintah pun harus tetap berupaya dalam penuntasan kasus-kasus tersebut melalui aparat setempat dan system keamanan yang berlaku diseluruh wilayah tanah air. Pelajar Indonesia harus diarahkan kepada segala hal yang positif karena merekalah yang menjadi generasi penerus bangsa. Menjadi siswa-siswi yang berprestasi dan membanggakan haruslah menjadi target mereka. Dengan demikian, peran orang tua serta pemerintah dalam mewujudkan generasi bangsa yang cerdas tidak akan sia-sia.



  • ·        Moralitas video musem pada pelajar jaman sekarang

Pemberitaan media massa terkait video mesum yang dilakukan pelajar SMP sangat memalukan dan memperihatinkan. Peristwa ini kita tahu bukanlah yang pertama kali terjadi di negeri yang penduduknya mengaku beragama ini. Sebagaimana kerap kita saksikan bahwa biasanya setelah ramai diberitakan kemudian beritanya menghilang dan tidak ada upaya sistematis untuk mencegah terulangnya kejadian semacam itu. Hingga suatu saat nanti kita akan saksikan kembali peristiwa serupa bahkan mungkin  lebih dahsyat secara kuantitatif dan kualitatif. Bukan tidak mungkin kasus yang diungkap ke media massa itu baru sebagian l saja dari perilaku demoralitas yang melanda negeri ini, sehingga merupakan puncak gunung es. Kenapa krisis moralitas demikian parahnya di negara yang katanya menganut adat ketimuran yang luhur dan sopan santun itu. Menurut hemat saya mekanisme pengawsan masyarakat yang semestinya dimotori oleh para pemimpin tidak berjalan sesuai harapan. Hal disebabkan pemimpin dan pejabat yang berwenang tidak pernah peduli dan sungguh-sungguh untuk menemukan akar masalah serta berupaya secara serius mencegah perbuatan tersebut. 
Lihatlah, kita saksikan di pentas politik seorang Presiden geram dan marah manakala dirinya dikaitkan dengan Bunda Putri. Kegalauan beliau luar biasa sehingga menjadi berita utama sejumlah media massa. Betapa ampuh dan besar pengaruhnya tatkala sang Presiden murka. Sayang kegeraman beliau ini bisa dikatakan bersifat individual tidak memiliki gaung yang signifikan bagi perubahan mentalitas bangsa. Coba, Presiden mengekspresikan kemarahannya pada peristiwa video mesum pelajar SMP tersebut diatas tentu akan berpengaruh luar biasa bagi pembenahan moralitas bangsa. Kepala sekolah, guru dan orang tua akan kena damprat Presiden karena tidak becus mendidik anak-anaknya sebagai penrus bangsa kedepan. Saya kira jika Presiden turun tangan pada persoalan moralitas pelajar tentu bisa menjadi peringatan pihak terkait dalam pembninaan pelajar. Masyarakat tentu akan lebih apresiatif ketimbang berharap masyarakat empati pada kasus Bunda Putri.

Apabila tidak ada kepedulian berarti terhadap persoalan kasus moralitas pelajar SMP dari pimpinan bangsa ini, maka jangan heran kalau dekadensi moral bangsa ini terus berlanjut. Pemimpin hanya fokus persoalan besar namun tidak sistemik sementara persoalan yang dianggap sepele seperti kasus video mesum itu dibiarkan berlalu tanpa perhatian sang pemimpin yang seharusnya juga menjaga moralitas bangsa, padahal moralitas bangsa sangat penting dalam peradaban dunia moderen. Di negara Barat yang katanya menganut sistem liberalisme itu ternyata persoalan moralitas menduduki rangking pertama perhatian mereka, akses pelajar mempelajari perbuatan tercela dibatasi, film dan acara televisi amat ketat penayangannay sehingga pelajar tidak mudah mendapatkan akses untuk itu. Bagaimana dengan di Indonesia? Sebagai negara Pancasila kita malu ternyata sistem yang kita anut itu di lapangan berubah menjadi lebih liberalis darim pada sistem liberalisme yang diterapkan di Barat. Pelajar dengan mudah dapat mengakses hal-hal yang dapat membentuk mereka meniru perbuatan nista dan jahat. Akumulasi dari menyerapnya "pelajaran seks" dengan membiarkan perilaku bebas dikalangan remaja dan mudah di akses melalui acara-acara televisi dan ruang publik lainnya membuat vidseomesum pelajar SMP tersebut diatas menjadi puncak gunung es persoalan dekadensi moral dikalangan pelajar.  
  • ·        Moralitas tawuran pelajar

Banyak jurus telah coba dilakukan, sebanyak itu pula aksi tawuran masih tetap eksis berlangsung. Entah karena jurusnya kurang jitu atau semua ini dianggap angin lalu. Pastinya, kita kembali dipaksa menghitung angka korban yang terus bertambah akibat tawuranpelajar.  Sekolah seakan kehilangan wibawa. Pelajar adu jotos di jam efektif belajar, kita mau bilang apa. Kebetulan, di luar kendali, tak sengaja, atau kata apa yang bisa gambarkan lemahnya sistem kontrol sekolah. Sekolah, antara ada dan tiada.

Bicara soal tawuran pelajar, sekolah menjadi pihak yang paling tergugat. Kata maaf dari pihak sekolah dirasa tak cukup jika mencermati kasus tawuran yang terus berulang. Apalagi untuk mengembalikan nyawa murid yang melayang. Sudah pasti impossible. Kasus yang berulang, tanda kita tak pernah belajar dari pengalaman masa lampau. Dalam hal ini, keseriusan sekolah layak dipertanyakan.
Ada beberapa alternatif solusi yang bisa diupayakan untuk pecahkan kasus tawuran pelajar. Dari mulai sanksi tegas bagi sekolah yang pelajarnya sering tawuran, opsi melakukan drop out pada siswa yang terlibat tawuran, sampai menutup sekolah yang pelajarnya sering tawuran. Mana yang lebih efektif dilakukan? Kita masih belum tahu jawabannya. Karena semua masih didiskusikan. Lantas menguap tak ada hasil kajiannya. Ketika tawuran terjadi lagi, kita baru tergagap bersiap berdiskusi lagi. Sayangnya, kajian yang dulu dilakukan tak digunakan sebagai rekomendasi untuk menyelesaikan persoalan tawuran pelajar.
Kewibawaan sekolah menjadi faktor penting yang bisa menjadi solusi untuk mengurangi bahkan menihilkan kasus tawuran pelajar. Langkah strategis yang mesti dilakukan agar kewibawaan sekolah tetap terjaga.
Pertama, sekolah mesti punya program kreatif yang bisa menumbuhkembangkan rasa persahabatan dan solidaritas di antara siswa. Ragam kegiatan ekstrakurikuler (olahraga, seni, bela diri, dsb) bisa menjadi opsi terbaik untuk diupayakan. Kegiatan ekstrakurikuler sangat penting untuk mengasah domain afektif dan psikomotorik pelajar. Hal ini penting agar pelajar menjadi sosok manusia yang terberdayakan semua potensinya secara utuh. Tak melulu dijejali teori pelajaran saja.  Kedua, guru mesti dikuatkan fungsinya sebagai pendidik, bukan sekadar sebagai penjual ilmu pengetahuan saja. Sebuah studi empiris menunjukkan fakta bahwa kualitas hubungan guru dan siswa semenjak masuk SMP dan jenjang sekolah yang lebih tinggi semakin berkurang 
Guru tak pernah tahu persoalan apa yang mendera siswa. Kalau pun tahu, mungkin hanya sekadar tahu saja. Tak ada upaya untuk mengambil peran sebagai sahabat yang mau mendengarkan masalah mereka. Selanjutnya, mengupayakan pemecahan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. 
Ketiga, forum komunikasi kepala sekolah atau guru yang melibatkan beberapa sekolah di suatu wilayah mesti mengagendakan pembahasan khusus terkait soal ini. Forum ini menjadi ajang saling tukar informasi dan menetapkan langkah strategis agar kasus tawuran pelajar bisa diredam.  Jangan sampai pelajar lebih solid menggelar forum, lebih kreatif mendisain program untuk melestarikan budaya tawuran. Jangan sampai senior di sekolah lebih berwibawa ketimbang guru. Kalau terjadi, ini namanya murid "mengencingi" guru.

Keempat, orang tua dan guru mesti mengintrospeksi diri apakah sudah bisa menjadi teladan buat putra-putri mereka. Jika mereka mampu memberikan teladan di rumah dan sekolah, logikanya lebih mudah bagi orang tua dan guru untuk mendidik anak-anak mereka. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar