Jumat, 17 Januari 2014

PROKONTRA PENUTUPAN TERMINAL LEBAK BULUS


·         Prokontra penutupan terminal Lebak bulus.
 Penutupan Terminal Lebak Bulus dan pengalihan bus antarkota dan antarprovinsi (AKAP) meresahkan para penghuni terminal. Terutama kalangan karyawan perusahaan bus yang bekerja di lapangan.

Mereka mengaku tidak siap dipindah ke tiga terminal pengalihan karena bakal bersaing mendapatkan penumpang dengan rekannya yang sudah lebih dulu merajai terminal. "Teman kami jadi lawan kami," kata Ombun Gunungsinaga, karyawan Perusahaan Otobus (PO) Safari Eka,meski satu perusahaan, akan muncul bentrokan kultural antarkaryawan PO.

"Kita jalan, ngelihat orang di sana saja sudah diteriakkin, 'apa lu!' Apalagi mau menarik penumpang, cari komisi. Mana mungkin dua majikan dalam satu lubang," kata pria asal Sumatera Utara ini.

Terlebih, berdasar pengalaman dia yang pernah bekerja di Terminal Pulogadung dan Tanjung Priok, Lebak Bulus adalah terminal yang paling ramah pengunjung. Di sana, penumpang bus tidak dilepas asal-asalan, tapi dilayani lebih baik. "Di terminal lain, penumpang cuma disuruh tunggu. Di sini kesantunannya beda, diantar sampai busnya."

Hotman Hutahayan dari PO Garuda Mas curhat hal yang sama. "Mereka di sana tidak akan menerima kami. Tidak mungkin dapur mereka kami usik," katanya. Sementara mereka kompak menyebut perusahaan tidak mau tahu. "Mereka tahunya di terminal ada pengurus."

Ombun menambahkan, perusahaan tidak akan bisa jadi penengah. "Secara formal mungkin perusahaan bisa menengahi. Tapi praktek di lapangan tidak akan bisa."

M. Noor, karyawan PO Sahabat Noor, juga khawatir soal persaingan mendapatkan penumpang, terutama jurusan Jawa Barat yang dilayani puluhan PO. "Rebutan penumpangnya parah. Akan ada sinisme di situ," dia menjelaskan. Ia pun mengamini soal pelayanan. "Soal kenyamanan penumpang, Terminal Lebak Bulus itu nomor satu se-Jabodetabek," kata pria yang sudah delapan tahun bekerja di terminal. Dia mengklaim tindak kejahatan di sana sangat minim. "Betul-betul kami jaga."

Noor menyebutkan ada 500-an karyawan yang punya kekhawatiran ini. Mereka berasal dari 87 PO bus. Per perusahaan setidaknya ada enam karyawan. Menurut dia, mereka adalah karyawan tetap, bukan calo. "Ini tidak ada hubungannya dengan calo."

Karyawan lapangan seperti mereka tidak mendapat gaji bulanan. Pendapatannya bergantung pada jumlah penumpang. Rata-rata per bulan penghasilannya bisa Rp 3 juta. Mereka ini sebagian besar pengunjuk rasa di terminal siang tadi. "Kalau sopir bus tidak terlalu merasakan dampak. Mereka demo untuk solidaritas saja," kata Noor.

Disinggung soal jumlah penumpang yang akan mengikuti perpindahan terminal, mereka menyebutkan hal itu tidak menjawab keresahan. Sebab, penumpang belum tentu mau pindah ke terminal pengalihan. "Kan banyak terminal bayangan. Di sana ada agen-agen juga," Hotman merujuk Ciledug dan Kebayoran Lama.

Karena itulah mereka minta pengalihan terminal jangan jauh-jauh. "Tapi yang dekat, seperti Ciputat, belum ada jawaban." Meski dekat, menurut dia, akses jalan masuk Terminal Ciputat tidak leluasa. "Jalannya sempit untuk bus besar. Bus bikin jalan macet."

Seperti diberitakan sebelumnya, mulai malam ini Terminal Lebak Bulus akan ditutup karena pembangunan mass rapid transit. Proyek ini antara lain berupa subway, angkutan bawah tanah yang menghubungkan Lebak Bulus dengan kawasan Dukuh Atas di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Bus-bus yang biasa beroperasi di sana akan dialihkan. Tujuan Jawa Barat ke Kampung Rambutan; Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur ke Pulogadung; dan antarpulau ke Kalideres.
·         Demo Bikin Penumpang Terlantar di Terminal Lebak Bulus
Menurut seorang karyawan Pengusaha Otobus (PO) Ramayana, Iwan (40), tutupnya loket penjualan tiket sebagai salah satu bentuk solidaritas terkait aksi unjuk rasa menuntut solusi Pemerintah Provinsi DKI dari upaya penutupan Terminal Lebak Bulus.
"Loket (penjualan tiket) bus luar kota memang tutup. Tidak ada yang jual tiket. Solidaritaslah.
Sejumlah penumpang mengaku kecewa atas penutupan loket tersebut. Penumpang yang telah tiba di Terminal Lebak Bulus ini terpaksa mengurungkan niatnya untuk pulang ke kampung halamannya.
pengguna setia terminal Lebak Bulus untuk menuju ke kampungnya di Cirebon, mengaku tidak mengetahui atas penutupan terminal ini. Ia menyayangkan peron penjualan tiket juga ikutan tutup. "Kalau begini kan susah lagi nyari busnya," ujar dia dengan wajah lesu.
Ia melanjutkan, dengan ditutupnya Terminal Lebak Bulus, maka para penumpang yang tinggal di sekitar Lebak Bulus akan menempuh jarak lebih jauh jika harus menuju terminal lain.
"Biasanya saya sama keluarga memang di sini, dekat soalnya. Kalau terminal lain, belum pernah. Lagian jauh juga, Mas, tadi dibilang ada Terminal Kalideres, Pulogadung, sama Kampung Rambutan," ujar Jatmiko.
Sekitar 300 pengguna fasilitas Terminal Lebak Bulus, termasuk kondektur, sopir, tukang parkir, kuli panggul, dan penjaga kios, melakukan aksi demonstrasi atas penutupan terminal untuk kepentingan stasiun Mass Rapid Transportation (MRT). Mereka meminta dipindahkan dan diberikan tempat baru selagi terminal ini digusur.
·         Para Penumpang Juga Tolak Penutupan Terminal Lebak Bulus
Sejak 4 Januari lalu, ratusan penumpang telah membubuhkan tanda tangan mereka di spanduk penolakan penghentian operasi bus AKAP di Terminal Lebak Bulus. Mereka keberatan jika harus menempuh Terminal Kalideres, Pulogadung, dan Kampung Rambutan, untuk bisa menggunakan bus AKAP.
"Jadi ini tanda tangan penumpang secara spontan. 4 Hari yang lalu pas mereka tahu ada pengumuman penutupan terminal ini," kata salah satu karyawan bus AKAP Terminal Lebak Bulus, Justin.
"Mereka mengatakan biasa naik dari Terminal Bulus ini sekarang dipindah ke Terminal Kalideres, Pulogadung, Kampung Rambutan. Mereka menolak karena jaraknya jauh," ucap Justin.
Dalam spanduknya, penumpang bus AKAP Terminal Lebak Bulus menuliskan: 'Kami atas nama penumpang pengguna jasa terminal Lebak Bulus menolak penutupan terminal AKAP Lebak bulus.'
Sementara itu, aksi penolakan terhadap rencana penutupan terminal Lebak Bulus dilakukan oleh sopir, kernet, dan karyawan terminal. Kurang lebih 300 pengunjuk rasa menggunakan atribut berlambangkan merah-putih. Dengan ikat kepala merah dan kaos berwarna putih.
Pantauan Liputan6.com di lokasi, aksi masih terus berlanjut. Massa tak henti-hentinya para berteriak menolak penutupan Terminal Lebak Bulus.
·         Penutupan Terminal Lebak Bulus Diprotes, Kerja MRT Jalan Terus
penundaan penutupan Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan, tidak memengaruhi pembangunan stasiun dipo mass rapid transit (MRT) secara keseluruhan. "Enggak bakal mengganggu, sudah kita hitung kok tadi," ujar Jokowi di Balaikota Jakarta.
Jokowi menyebutkan, penundaan penutupan terminal itu tidak terlalu lama. Dia telah mengutus Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk menyampaikan sosialisasi kepada seluruh pekerja di terminal tersebut tentang pembangunan MRT. Menurutnya, sosialisasi sebelumnya tidak efektif.
"Semua harus lihat lapangannya. Yang paling penting itu, target pembangunan MRT harus tepat sesuai dengan jadwal," kata Jokowi.
Kendati demikian, Jokowi belum dapat memastikan kapan terminal tersebut ditutup. Ia berharap para pekerja dan warga yang mencari nafkah di terminal berubah sikap mendukung pembangunan dipo MRT.
Sementara itu, Direktur Utama PT MRT Jakarta Dono Boestomi mengatakan bahwa penutupan terminal tidak usah terlalu buru-buru dilaksanakan. Kini, PT MRT Jakarta akan fokus melaksanakan persiapan pembangunan, yakni meratakan jalan, memasukkan alat berat, mobilisasi konstruksi pondasi awal, dan sebagainya.
"Enggak pending. Kita akan coba siapin lain yang bisa dilakukan. Buat pagarnya saja enam bulan, setelah itu peralihan lalu lintas di sekitarnya, tapi tetap akan berlanjut," ujar Dono.
Penutupan Terminal Bus Lebak Bulus sedianya dilakukan pada Senin (6/1/2014). Namun, sopir dan awak bus serta warga yang mencari nafkah di terminal itu menuntut adanya solusi atas penutupan tersebut.
·         Jokowi Tunda Penutupan Terminal Lebak Bulus
Jokowi enggan menyebutkan alasan penundaan penutupan tersebut. Hari ini ratusan karyawan perusahaan otobus dan warga sekitar terminal itu berunjuk rasa menuntut solusi bagi pekerjaan mereka apabila terminal itu jadi ditutup pada Senin malam nanti. Jokowi berharap, dalam waktu dekat ini kondisi terminal tersebut berangsur kondusif.
Kepala Dinas Perhubungan Jakarta Udar Pristono mengatakan, penutupan Terminal AKAP Lebak Bulus sangat berpengaruh dengan kelanjutan pembangunan depo mass rapid transit (MRT). Jika penutupan terminal ditunda, maka pelaksanaan proyek MRT pun tertunda.
"Proyek MRT ini kan besar, triliunan, jadi tidak bisa dilambat-lambatkan seperti itu, pasti rugi, maka akan dilanjutkan," ujarnya.
Kendati demikian, Pristono juga tidak dapat memastikan kapan Dishub DKI dapat menutup terminal tersebut secara permanen. Dishub DKI juga tidak bisa memenuhi permintaan pengunjuk rasa di terminal itu, yakni menunda penutupan hingga setelah perayaan hari raya Idul Fitri 2014.
Dishub DKI telah menetapkan pemindahan rute bus AKAP Lebak Bulus ke Terminal Kampung Rambutan, Terminal Kalideres, dan Terminal Pulogadung. "Sekalian penataan, jurusan Sumatera di Kalideres, Jawa Barat di Kampung Rambutan, Jawa Tengah dan Timur di Pulogadung. Nanti dari Pulogadung dipindahkan ke Pulogebang," kata Pristono.
Penutupan Terminal AKAP Lebak Bulus dilakukan untuk mendukung pembangunan MRT. Rencana penutupan terminal itu mendapat tentangan dari karyawan perusahaan bus dan warga yang mencari nafkah di terminal tersebut. Sejak 1 Januari 2014 hingga Senin pagi ini, sopir bus dan warga berunjuk rasa di dalam terminal tersebut.








PRA DAN PASCA JOKOWI MENGATASI BANJIR IBU KOTA


·         Banjir Sebelum dan Setelah Kepemimpinan Jokowi
Titik banjir di Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Joko Widodo alias Jokowi diklaim lebih sedikit daripada masa pemerintahan Fauzi Bowo alias Foke. Titik-titik banjir di Ibukota pada masa Jokowi jumlahnya hanya separuh dari titik banjir saat Foke memimpin.
“Titik banjir di zaman Foke awalnya 78, terus ada BKT turun jadi 62. Zaman Pak Jokowi turun lagi jadi 45 dan sekarang sudah 35 titik,” kata Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Danang Susanto di Balaikota DKI Jakarta.
genangan yang ada di kawasan Pluit juga jauh berkurang setelah program normalisasi waduk dilakukan oleh Jokowi. Begitu pula titik banjir di Jalan Sudirman-Thamrin sudah tidak terdampak banjir pada musim banjir kali ini.
 musim hujan pada tahun ini belum mencapai puncaknya. Terlebih lagi, titik banjir tidak bisa diprediksi karena muncul secara tiba tiba. “Ada titik yang dulu tidak ada, sekarang ada misal di Setu Babakan. Sekarang banjir karena drainase-nya tidak lancar, tersumbat sampah.
 menghilangkan banjir dari Jakarta sangat sulit, mengingat geografis sebagian besar wilayahnya berada di bawah permukaan air laut dan dialiri 13 sungai. Oleh sebab itu, yang paling penting untuk menanggulangi banjir di Jakarta adalah kewaspadaan masyarakat.
“Siapa pun gubernurnya akan sangat sulit mengatasi banjir. Jadi warga harus bisa hidup harmonis dengan ancaman bencana. Saat musim hujan jangan panik, siapkan langkah-langkah evakuasi.
Banjir merendam sejumlah wilayah Jakarta sejak hari Minggu 12 Januari yang lalu. Total jumlah warga yang terdampak banjir di 5 wilayah Jakarta sebanyak 12.966 kepala keluarga atau 46.360 jiwa. Kemudian warga yang telah bersedia mengungsi 26.666 jiwa yang tersebar di 65 lokasi pengungsian.
sejak kepemimpinan Jokowi-Ahok hingga sekarang, masalah banjir sudah mulai diatasi sedikit demi sedikit. Ada beberapa orang yang mengatakan kenapa baru di lakukan berbagai cara menanggulangi banjir setelah terjadi banjir. Atau menyangkutkan hal-hal lain yang menurut saya hanya bertujuan untuk menjatuhkan citra Gubernur Jakarta saat ini. Dan juga menurut saya, seberapa bagus atau efektifnya cara atau sistem, tidak akan berjalan lancar jika masyarakat/warga tidak menjalankan sistem tersebut dengan baik. Jadi saya rasa, jika pemimpinnya sudah melakukan berbagai cara untuk mengurangi banjir, namun masyarakatnya sendiri memicu terjadinya banjir, saya rasa butuh waktu yang panjang agar masalah ini selesai.
Pendukung Joko Widodo (Jokowi) ikut bicara soal masalah banjir yang melanda DKI Jakarta belakangan ini. Kelompok bernama Sekretariat Nasonal (Seknas) Jokowi menyebut, masalah bencana banjir tidak dapat dinyatakan semata-mata masalah Jakarta.
Dengan kata lain, mereka meminta agar kesalahan tak ditujukan hanya kepada Jokowi selaku gubernur DKI Jakarta.

"Bencana banjir di DKI Jakarta adalah masalah kawasan dan bahkan masalah nasional. Karenanya, sangat berkait dengan kemampuan melahirkan tata aturan yang dapat mensinergikan antara kebijakan daerah, kebijakan antardaerah dan kebijakan nasional," ujar keterangan resmi Presidium Seknas Jokowi, Muhammad Yamin

Seknas Jokowi pun menyerukan agar elite politik senantiasa teguh dalam mengembangkan kemampuan bekerja sama dalam mengatasi masalah rakyat. Juga menahan diri untuk tidak menggunakan masalah rakyat sebagai pijakan untuk mendapatkan keuntungan politik atau keuntungan lainnya.

Selain itu, lanjutnya, penanganan korban banjir di Jakarta hendaknya senantiasa bertumpu pada solidaritas dan gotong royong di kalangan masyarakat sipil. Ia pun berharap agar seluruh elemen bangsa dapat bahu membahu untuk dapat ikut meringankan beban korban musibah.

"Negara dalam hal ini diminta rakyat agar dapat hadir sesuai dengan mandat konstitusi atau hadir sebagaimana mana maksud keberadaannya. Kita ingin negara dipulihkan watak sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari penyelesaian masalah rakyat."

 Seknas Jokowi makin melihat betapa pentingnya segera menjadikan Jokowi sebagai capres. Seknas Jokowi pun meminta keikhlasan politik dari kalangan elite. Ini mengingat arus bawah demokrasi mengalir makin deras. "Rakyat pada akhirnya akan mencari dan membangun jalannya sendiri.
·         Ahok Akan 'Usir' Warga yang Berada di Pinggiran Sungai
Pemprov DKI Jakarta akan "mengusir" semua warga yang tinggal di bantaran sungai. Hal ini dilakukan sebagai program normalisasi semua sungai yang membelah Ibu Kota, agar dapat rampung tahun ini.
"Usir semua orang yang dudukin pinggiran sungai untuk normalisasi. Tahun ini harus beres. Normalisasi (sungai) Pesanggrahan, Angke, dan Sunter, harus beres. Warga direlokasi ke rusun," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota

Ahok mengakui, relokasi warga bantaran kali ke rusun bukan perkara enteng. Butuh waktu panjang. Jumlah warga yang menetap di sisi sungai juga tak sedikit. Di Sungai Ciliwung, misalnya, lebih dari 55 ribu kepala keluarga (KK) tinggal di pinggir kali.

"Nah, Ciliwung lebih panjang karena ada 55 ribu lebih KK. Kita mesti tunggu (rusun) Pasar Minggu dan Pasar Rumput, selesai. Yang kita kejar sekarang tiga dulu, Angke, Pesanggrahan, dan Sunter," ujar Ahok.
·         Sejumlah Politisi Kritik Pendukung Jokowi
 Sejumlah Politisi menilai banjir Jakarta harus menjadi 'peringatan' bagi berbagai pihak untuk hati-hati mendorong pencapresan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo.
Wasekjen PKS Fahri Hamzah menilai, para pendukung Jokowi sebaiknya berefleksi dengan kejadian banjir yang belum bisa dicegah oleh Jokowi. Bahwa mendorong Jokowi menjadi capres hanya akan membuat situasi kerugian.
Fahri mengatakan sikap dukungan dini kepada Jokowi itu yang membuatnya cenderung menganggap dirinya berhasil sendiri hingga melawan semua pejabat negara lainnya.
“Jokowi dipanas-panasi untuk melawan DPRD, presiden, menteri maupun kepala daerah lainnya. Padahal kan tak bisa kerja sendiri, dia butuh presiden, butuh DPRD, butuh gubernur daerah lain dan bupati daerah lain.
Sekjen PPP Romahurmuzy menambahkan, Jokowi sebaiknya tidak diganggu para pendukungnya agar berkonsentrasi di bekerja di Jakarta.
"Kita harus kembali ke politik substansi bukan kemasan. Masyarakat cukup kenyang dengan politik pencitraan yang ujungnya menimbulkan kekecewaan. Saya harap hal itu jangan diulangi lagi,” katanya.
Romahurmuzy melanjutkan, belum ada hasil kerja Jokowi yang signifikan karena banjir masih terjadi. Misalnya banjir besar yang terjadi 1997 lalu masih terjadi di 2014 ini.
"Itu baru persoalan banjir belum lagi persoalan lainnya," tegasnya. 
Sebelumnya, Pengamat Politik UGM Ari Dwipayana, menilai sejumlah pihak seharusnya tidak mengkritik dengan menganggap Jokowi tak konsentrasi dengan tugasnya.
Menurutnya, tidak benar apabila ada pihak yang menganggap Jokowi terganggu kerjanya hanya karena wacana pencapresan itu. Menurutnya, Jokowi justru konsisten karena fokus perhatiannya lebih dicurahkan untuk menghadapi dua soal yang paling berat di DKI Jakarta, yakni macet dan banjir.
Hal itu juga terlihat dari politik anggaran di APBD 2013 dan 2014 yang lebih banyak dialokasikan ke penanganan banjir dan macet.
"Jadi fokus jokowi bisa dilihat dari program dan alokasi anggarannya," imbuhnya.
Dorongan agar Jokowi jadi capres juga murni datang dari publik yang melihat gaya kepemimpinan Jokowi yang bekerja baik dan benar. Tipe kepemimpinan demikian justru diharapkan jadi antitesis kepemimpinan pencitraan.



DAMPAK ATAS PELEMAHAN RUPIAH TERHADAP DAYA BELI MASYARAKAT


·         Pelemahan Rupiah Gerus Daya Beli Masyarakat
Pemerintah sedari dini harus bersegera mengeluarkan kebijakan yang dampaknya dapat terlihat dalam jangka waktu pendek. 
pelemahan nilai tukar Rupiah terus dibiarkan, maka pada akhirnya akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Bahkan, akan terjadi penurunan daya beli masyarakat, yang nantinya memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Anggota Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Ina Primiana mengatakan, pemerintah sedari dini harus bersegera mengeluarkan kebijakan yang dampaknya dapat terlihat dalam jangka waktu pendek, yakni terkait melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
Ina berpendapat, pemicu rupiah melemah sekarang ini dikarenakan meningkatnya kebutuhan valas akibat ditariknya dana-dana asing di pasar modal, jatuh temponya pembayaran utang luar nNegeri, baik pemerintah maupun swasta dan adanya pembelian barang impor.
“Ini seharusnya segera dilakukan kebijakan yang memang bisa membuat Rupiah kita tidak melemah terus. Karena akan ada dampak yang terjadi bila pelemahan Rupiah itu tidak segera diatasi”, kata Ina, dalam diskusi “Penyebab Krisis Nilai Tukar dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Nasional”, di Jakarta, Jumat, 6 September 2013.
Dampak pembiaran nilai tukar Rupiah yang dimaksudkan, yakni akan menurunnya daya beli, meningkatnya kemiskinan, industri akan mengalami kebangkrutan yang disusul dengan meningkatnya PHK, dan terjebaknya Indonesia pada Middle Income Trap.
“Dapatkah paket kebijakan ekonomi menahan kondisi yang lebih buruk. Apalagi, paket kebijakan ekonomi lebih tepat untuk jangka menengah dan jangka panjang, dan bukan sekarang. Terlambat, karena digelontorkan saat sudah terjadi turbulensi”, tegas Ina. (*)
·         Biaya Operasional PLN Bakal Membengkak (Dampak Pelemahan Rupiah)
Melemahnya rupiah terhadap dolar ternyata juga berpengaruh terhadap biaya operasional PT PLN (persero). Direktur Operasi Jawa Bali Ngurah Adnyana mengatakan dengan pelemahan rupiah bisa membuat beban operasional penyediaan listrik terutama dari pembangkit listrik yang menggunakan gas akan mengalami kenaikan. Pasalnya, PLN membeli gas dengan menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (US$).
Meski akan mengalami kenaikan, Adnyana mengaku belum mendapatkan hitung-hitungan akibat kenaikan kurs rupiah terhadap dolar. “Mungkin saja nanti harga gas akan naik karena kita beli dalam dolar. Akan tetapi, persentasi kenaikannya belum dihitung oleh PLN,” ujar Adnyana saat ditemui di Jakarta.
Ia menjelaskan kenaikan kurs rupiah terhadap dolar sehingga membuat beban operasional meningkat belum akan terasa dalam waktu dekat. sehingga perseroan masih bisa melakukan langkah antisipasi terkait hal tersebut. “Sekarang belum (akan berdampak pada beban operasional) karena kan baru bulan-bulan ini (santer isu pelemahan rupiah),” tukasnya.
Di sisi lain, tambah dia, kenaikan beban produksi tampaknya tidak berdampak pada semua lini. Dengan demikian, kenaikan yang mungkin terjadi bisa ditutupi dengan kinerja yang positif dari sektor pembangkit listrik non gas. “Bahan bakar (bahan bakar minyak/BBM) kan kita beli di Indonesia. Jadi, kita beli pakai rupiah. Jadi tidak akan ada kenaikan cost produksi dari sektor ini.
Sejauh ini, pasokan gas untuk PLN telah mencapai 390 tera british unit (TBU). Akan tetapi, PLN menganggap bahwa pasokan tersebut masih kurang untuk memaksimalkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG). PLN membutuhkan setidaknya dua kali lipat dari pasokan yang diterima oleh Perseroan.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan pihaknya sangat membutuhkan pasokan gas untuk pembakit listrik setidaknya mencapai 500 BTU. “Saat ini kita mendapatkan pasokan gas sebesar 390 BTU. Akan tetapi kalau ditanya apakah itu sudah cukup, maka saya jelaskan itu masih kurang. Karena kita menginginkan dua kali lipatnya atau 500 BTU,” imbuhnya.
Permintaan ini, menurut Pamudji didasarkan masih kurangnya pasokan gas sehingga membuat kejadian matinya PLTG lantaran pasokan gas yang kurang. Ia menceritakan kejadian tersebut terjadi di Medan. Akibat kejadian tersebut, pihaknya lalu menggunakan Bahan Bakr Minyak (BBM) sebagai sumber tenaga pembangkit listrik.
Menurut dia, kebutuhan gas untuk pembangkit listrik akan mengalami peningkatan. Terlebih saat PLTG mengambil alih fungsi dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang masih menggunakan BBM. Sejauh ini, pembhangkit listrik di daerah Lorok dan Kalimantan Timur sudah sepenuhnya menggunakan gas. “Pembangkit di Bali yang semula belum menggunakan gas, nanti akan dapat gas. Jadinya kebutuhannya akan bertambah,” ucapnya.
Penurunan pasokan gas untuk listrik disebabkan kendala koneksi yang tak bisa diubah. Saat ini, jaringan pipa gas di Indonesia tak berhubungan dengan seluruh sumur gas. Akibatnya jika ada satu sumur gas merosot produksinya pembangkit listrik langsung terkena dampaknya. Seandainya semua jaringan pipa gas saling terkoneksi, maka pembangkit listrik bisa saja mendapat pasokan dari tempat lain.
Sayangnya, tak semua pembangkit bisa seperti itu. Pembangkit mutakhir dengan kapasitas lebih dari 10 MW hanya bisa menggunakan gas. Kalau pasokan gasnya berhenti maka pembangkit listrik itu mati. “Penyebab merosotnya gas, yang bisa menjawab produsen gas. Alasan rutin yakni, sudah berupaya semaksimal mungkin namun tetap gagal juga.
Pasokan gas untuk pembangkit listrik diakui PLN tidak hanya berasal dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN), tetapi juga dari para kontraktor migas lainnya. Gas dari PGN hanya digunakan untuk pembangkit listrik di Muara Tawar dan Cilegon. “Pembangkit listrik di Gresik menggunakan gas dari WMO dan Cilegon menggunakan gas dari CNOOC.
Seperti diketahui, mata uang rupiah dalam keadaan mengkhawatirkan. Pasalnya rupiah sempat menyentuh Rp11.000 per dolar. Akibat keadaan tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan 4 kebijakan agar membuat rupiah terkendali. 4 kebijakan tersebut antara lain perbaikan neraca transaksi perjalanan dan menjaga nilai tukar rupiah, pemberian insentif, dan menjaga daya beli masyarakat serta menjaga tingkat inflasi. Dan paket terakhir kebijakan penyelamatan ekonomi itu adalah percepatan investasi.
·         Pelemahan rupiah pengaruhi kinerja ekspor-impor
 Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), akan memengaruhi kinerja ekspor dan impor di Kalimantan Timur (Kaltim).

Bank Indonesia (BI) perwakilan Kaltim memperkirakan akan ada pengaruh positif terhadap ekspor Kaltim yang lebih banyak berasal dari sektor sumber daya alam. Bahkan dengan melemahnya rupiah, nilai ekspor Kaltim akan mendorong daya saing ekspor secara relatif.

"Logikanya, rupiah melemah, eskpor untung karena harga komoditi yang akan diekspor menjadi lebih murah," kata Deputi Kepala Kantor BI Perwakilan Kaltim.

Di sisi lain, pelemahan rupiah ini juga akan berdampak sebaliknya dari ekspor. Dengan nilai tukar rupiah saat ini, harga komoditi impor akan semakin mahal. Sehingga, menurunnya nilai rupiah akan menekan laju impor.

"Melemahnya nilai tukar rupiah akan melemahkan daya beli masyarakat secara tidak langsung. Harga barang-barang impor akan meningkat. Jika penghasilan tetap, maka daya beli barang impor tentu menurun.

Namun, melemahnya nilai tukar rupiah sampai saat ini belum berdampak langsung di Kaltim. Jika kondisi ini bertahan lebih lama, tentu dampaknya akan semakin terasa.





PEMISAHAN BI DENGAN OJK


·         Koordinasi BI dan OJK Kunci Kesuksesan Sistem Keuangan
Ada sekitar 40% dari negara di dunia yang berhasil memisahkan fungsi pengawasan dari bank sentralnya. Namun, tidak sedikit pula yang gagal dalam pengaturan pemisahan itu, salah satu contohnya adalah Inggris.Angga Bratadharma
Jakarta–Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menimbulkan beberapa perubahan ke depan, di antaranya adalah pemisahan antara pengaturan makro dan mikro di Indonesia. Pengaturan makro akan dipegang Bank Indonesia (BI), sementara pengaturan mikro akan dipegang oleh OJK.
Dari adanya pemisahan terkait pembentukan OJK ini, maka kata kunci dalam kesuksesan sistem keuangan yang ada adalah koordinasi antar-lembaga tersebut. Bila tidak ada koordinasi di antara kedua lembaga tersebut, maka OJK bisa dipastikan akan gagal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, kepada wartawan, seusai mengisi seminar OJK, di Hotel Nikko, mengatakan, sejauh ini ada sekitar 40% dari negara di dunia yang berhasil memisahkan fungsi pengawasan dari bank sentralnya. Namun, tidak sedikit pula yang gagal dalam pengaturan pemisahan itu, salah satu contohnya adalah Inggris.
“Banyak yang gagal karena memang kurangnya akses informasi antara bank sentral dan OJK, maka koordinasi adalah kata kuncinya”, kata Hatta.
Ia menegaskan, harus ada keterkaitan prinsip OJK dan bank sentral untuk mencapai keberhasilan secara keseluruhan dalam bidang perekonomian. Menurutnya, kalau tidak ada keterhubungan, maka bank sentral bisa saja berhasil pada moneternya, tapi tidak pada sektor riilnya.
Karena itu, Hatta menilai, stabilitas keuangan bukanlah target akhir, tapi syarat prakondisi dari OJK. “Tujuanya adalah bagaimana sistem keuangan setelah berdirinya OJK bisa berintegrasi dengan yang lainnya”.
·         Cekcok antara BI dan OJK adalah hal lumrah dan bukan hanya monopoli Indonesia.
Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai 1 Januari tahun depan, diramalkan akan menghadirkan ketegangan dengan otoritas moneter yakni Bank Indonesia.  BI dan OJK diramalkan bakal sering cekcok karena adanya rivalitas dalam melakukan pengawasan terhadap bank. Ketegangan dan konflik pun bakal tak terhindarkan karena adanya peraturan yang tumpang-tindih diantara keduanya.

“Jangan dikira OJK dan BI akan akur-akur saja nantinya. Bakal saling cekcok satu sama lain, karena adanya ketentuan yang mungkin saling tumpang tindih dari kedua lembaga itu,” kata Anwar Nasution, mantan deputi senior Gubernur BI di Jakarta
Meskipun demikian, Anwar Nasution mengatakan cekcok antara BI dan OJK adalah hal lumrah dan bukan hanya monopoli Indonesia. Menurut dia, di negara-negara lain yang menganut mazhab pemisahan antara otoritas moneter dan otoritas keuangan, ketegangan dan cekcok yang demikian sering terjadi. “Saya sering diundang berceramah oleh OJK di Singapura, Korea dan Jepang. Yang selalu saya dengar dari mereka adalah ketegangan dan pertengkaran antara OJK dan bank sentralnya,” kata Anwar.

Ia menambahkan, dalam proses transisi pemisahan fungsi BI dan OJK nantinya, paling tidak diperlukan waktu tiga sampai lima tahun hingga semuanya berjalan lancar. “Pengalaman di negara-negara lain, integrasi seluruh lembaga pengatur dan pengawas lembaga keuangan memerlukan masa 3-5 tahun,” tutur Anwar.

Salah satu hal yang krusial nantinya adalah dalam soal pemeriksaan bank. Menurut UU, salah satu tugas OJK adalah melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan terhadap bank dan lembaga keuangan lainnya. Di sisi lain, BI juga tetap melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap bank, walau pun nanti OJK sudah berdiri.

“BI masih akan melakukan pemeriksaan terhadap bank, walau pun OJK sudah berdiri,” kata deputi gubernur BI, Halim Alamsyah. Bedanya, menurut Halim, pemeriksaan yang dilakukan oleh BI adalah dalam rangka makroprudensial. Artinya pemeriksaan BI atas bank lebih untuk mendapatkan gambaran kesehatan industri perbankan keseluruhan, bukan memeriksa kesehatan masing-masing individu bank.
·         BI dan OJK Akan Perkuat Perbankan di Jatim
Fungsi pengaturan dan pengawas perbankan akan ada pemisahan dari Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan akan berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. Meskipun dengan fungsi yang baru, BI dan OJK diharapkan untuk ikut memperkuat Perbankan di Jatim.
Wagub Jatim, Saifullah Yusuf menyampaikannya saat Serah Terima Fungsi  Pengaturan dan Pengawasan Bank dari BI kepada OJK di Bank Indonesia, Surabaya.

Menurutnya, pemisahan fungsi tersebut telah diamanatkan di dalam Undang -Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang  OJK.  Dengan adanya pemisahan fungsi tersebut, BI akan lebih fokus pada makroprudensial dan OJK akan lebih fokus pada mikroprudensial. Dengan fungsi seperti itu, keseimbangan yang tepat terkait kebijakan antara makroprudensial dan mikroprudensial bisa bersinergi, sehingga membawa perbankan pada posisi lebih kuat.

”Pasca penyerahan pengalihan fungsi pengaturan perbankan ini, BI  lebih fokus menjaga stabilitas dan kebijakan moneter dan sistem pembayaran, sedangkan OJK mengawasi bank-bank yang tersebar didaerah di seluruh Indonesia,” tuturnya.

Pembentukan OJK , ucap Gus Ipul sapaan akrabnya,  bertujuan agar keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel. Sehingga akan terwujud system keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

“Dengan begitu OJK akan bersentuhan dalam perlindungan masyarakat dalam mengakses lembaga jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan atau multifinance dan lembaga jasa keuangan lainnya. Pastinya,  Pemprov Jatim akan sangat terbantu dalam bidang perbankan dengan adanya peralihan fungsi tersebut,” tegasnya.

Ia menuturkan, dengan adanya peralihan fungsi tersebut memberikan keuntungan bagi Pemprov Jatim, diantaranya terbantu dengan pemikiran-pemikiran yang kritis dan membangun dari BI dalam mengembangkan potensi perekonomian serta mengedalikan inflasi ,sehingga kondisi makro ekonomi Jatim akan semakin stabil dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mudah tercapai.
·         Pengawasan Bank Diambil Alih OJK
Bank Indonesia berprinsip, model pengawasan bank yang paling cocok adalah oleh bank sentral. Namun, BI tidak keberatan fungsi pengawasan bank diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan asal tetap diberi keleluasaan mengakses data perbankan secara cepat dan akurat.
Jalan tengah yang diusulkan BI adalah mengikutsertakan salah satu anggota Dewan Gubernur BI sebagai Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
”Sistem pengawasan lembaga keuangan dapat dituangkan dalam suatu model di mana Deputi Gubernur BI bidang pengawasan secara ex officio akan menjadi anggota Dewan Komisioner OJK sekaligus sebagai chief supervisory officer otoritas pengawasan bank,” kata Deputi Gubernur BI Budi Rochadi saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta.
Jadi, ujar Budi, meskipun kebijakan pengawasan bank sudah menjadi kewenangan OJK sepenuhnya, BI tetap memiliki keleluasaan mengakses data perbankan secara cepat dan akurat.
Hal itu sangat penting untuk mendukung fungsi BI dalam menjaga kestabilan mata uang rupiah dan sebagai lender of the last resort atau penyedia likuiditas untuk menyelamatkan sistem keuangan.
Mustahil bagi BI bisa dengan cepat menyalurkan likuiditas jika tidak memiliki informasi yang memadai terhadap lembaga keuangan yang sistemik.
Padahal, faktor kecepatan dan ketepatan dalam pemberian bantuan kepada bank yang tengah menghadapi krisis likuiditas amat vital mengingat transaksi pembayaran antarbank terjadi dalam hitungan detik.
Budi mengatakan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 Undang-Undang BI Tahun 1999, pemisahan fungsi pengawasan bank dari BI akan mengakibatkan kurang optimalnya peran BI dalam melaksanakan tugas sebagai pelaksana kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan.
Panitia kerja DPR
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang BI, pembentukan OJK paling lambat akhir 2010. Sebelumnya, pembentukan OJK diwarnai tarik ulur antara Kementerian Keuangan yang menginginkan OJK segera dibentuk dan BI yang menginginkan agar pembentukannya tidak terburu-buru serta terlebih dahulu dikaji secara mendalam.
Rencana pembentukan OJK sempat gamang karena pada faktanya, Inggris yang juga menerapkan model OJK (Financial Services Authority) ternyata gagal menahan krisis perbankan tahun 2008, yang ditandai oleh jatuhnya Northern Rock, Royal Bank of Scotland, TSB Lloyds, dan bank lainnya.
Bank-bank tersebut akhirnya harus direkapitalisasi dengan biaya yang sangat besar. Merespons hal tersebut, Parlemen Inggris akhirnya merekomendasikan agar fungsi pengawasan bank dan stabilitas keuangan dikembalikan kepada bank sentral Inggris, yakni Bank of England.
Namun, menurut anggota Komisi XI DPR, Maruarar Sirait, pembentukan OJK kembali menemukan momentumnya sejak kasus Bank Century terungkap.
Kasus Century, lanjut Maruarar, secara jelas menunjukkan kelemahan pengawasan BI. Bank Century yang sudah sakit parah sejak merger tahun 2004 ternyata tetap dibiarkan hidup.
Bahkan, ungkap Maruarar, BI tidak mengetahui bahwa selama bertahun-tahun dana nasabah Bank Century telah diselewengkan oleh pemiliknya sendiri.
”Jadi, fungsi pengawasan bank harus dipisahkan dari BI. Karena itu, pembentukan OJK harus dipercepat,” ujar Maruarar.
Dalam salah satu kesimpulan rapat kemarin, Komisi XI DPR juga meminta kepada BI untuk memperketat, mengefektifkan, dan meningkatkan kualitas fungsi pengawasan perbankan.
Untuk membahas persoalan pengawasan perbankan secara lebih mendalam, Komisi XI DPR akan membentuk panitia kerja pengawasan perbankan.
Selanjutnya, Komisi XI dan BI sepakat untuk melakukan kajian mengenai model pengawasan perbankan yang paling cocok di Indonesia sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan undang-undang mengenai pengawasan perbankan.

Rentang bunga
Di tempat yang sama, Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad mengatakan, rentang atau spread antara suku bunga dana dan kredit semakin menyempit.
Pada akhir Januari 2010, rentang suku bunga sebesar 6,08 persen, turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 6,24 persen. Penurunan rentang bunga, kata Muliaman, akan berjalan lebih cepat jika penyaluran kredit meningkat. BI menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini sebesar 15 persen.
Untuk menurunkan rentang bunga, BI juga berencana memberikan patokan pada faktor-faktor yang memengaruhi bunga kredit, yakni bunga deposito, premi risiko, biaya operasional, dan margin keuntungan. Rentang bunga di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga yang hanya berkisar 3-4 persen.