·
Pelemahan Rupiah Gerus Daya Beli
Masyarakat
Pemerintah
sedari dini harus bersegera mengeluarkan kebijakan yang dampaknya dapat
terlihat dalam jangka waktu pendek.
pelemahan
nilai tukar Rupiah terus dibiarkan, maka pada akhirnya akan berdampak buruk
bagi perekonomian Indonesia. Bahkan, akan terjadi penurunan daya beli
masyarakat, yang nantinya memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Anggota Lembaga
Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Ina
Primiana mengatakan, pemerintah sedari dini harus bersegera mengeluarkan
kebijakan yang dampaknya dapat terlihat dalam jangka waktu pendek, yakni
terkait melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
Ina
berpendapat, pemicu rupiah melemah sekarang ini dikarenakan meningkatnya kebutuhan
valas akibat ditariknya dana-dana asing di pasar modal, jatuh temponya
pembayaran utang luar nNegeri, baik pemerintah maupun swasta dan adanya
pembelian barang impor.
“Ini
seharusnya segera dilakukan kebijakan yang memang bisa membuat Rupiah kita
tidak melemah terus. Karena akan ada dampak yang terjadi bila pelemahan Rupiah
itu tidak segera diatasi”, kata Ina, dalam diskusi “Penyebab Krisis Nilai Tukar
dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Nasional”, di Jakarta, Jumat, 6 September 2013.
Dampak
pembiaran nilai tukar Rupiah yang dimaksudkan, yakni akan menurunnya daya beli,
meningkatnya kemiskinan, industri akan mengalami kebangkrutan yang disusul
dengan meningkatnya PHK, dan terjebaknya Indonesia pada Middle Income
Trap.
“Dapatkah
paket kebijakan ekonomi menahan kondisi yang lebih buruk. Apalagi, paket
kebijakan ekonomi lebih tepat untuk jangka menengah dan jangka panjang, dan
bukan sekarang. Terlambat, karena digelontorkan saat sudah terjadi turbulensi”,
tegas Ina. (*)
·
Biaya
Operasional PLN Bakal Membengkak (Dampak Pelemahan Rupiah)
Melemahnya
rupiah terhadap dolar ternyata juga berpengaruh terhadap biaya operasional PT
PLN (persero). Direktur Operasi Jawa Bali Ngurah Adnyana mengatakan dengan
pelemahan rupiah bisa membuat beban operasional penyediaan listrik terutama
dari pembangkit listrik yang menggunakan gas akan mengalami kenaikan. Pasalnya,
PLN membeli gas dengan menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (US$).
Meski akan
mengalami kenaikan, Adnyana mengaku belum mendapatkan hitung-hitungan akibat
kenaikan kurs rupiah terhadap dolar. “Mungkin saja nanti harga gas akan naik
karena kita beli dalam dolar. Akan tetapi, persentasi kenaikannya belum
dihitung oleh PLN,” ujar Adnyana saat ditemui di Jakarta.
Ia
menjelaskan kenaikan kurs rupiah terhadap dolar sehingga membuat beban
operasional meningkat belum akan terasa dalam waktu dekat. sehingga perseroan
masih bisa melakukan langkah antisipasi terkait hal tersebut. “Sekarang belum
(akan berdampak pada beban operasional) karena kan baru bulan-bulan ini (santer
isu pelemahan rupiah),” tukasnya.
Di sisi
lain, tambah dia, kenaikan beban produksi tampaknya tidak berdampak pada semua
lini. Dengan demikian, kenaikan yang mungkin terjadi bisa ditutupi dengan
kinerja yang positif dari sektor pembangkit listrik non gas. “Bahan bakar
(bahan bakar minyak/BBM) kan kita beli di Indonesia. Jadi, kita beli pakai
rupiah. Jadi tidak akan ada kenaikan cost produksi dari sektor ini.
Sejauh ini,
pasokan gas untuk PLN telah mencapai 390 tera british unit (TBU). Akan tetapi,
PLN menganggap bahwa pasokan tersebut masih kurang untuk memaksimalkan
penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG). PLN membutuhkan setidaknya dua
kali lipat dari pasokan yang diterima oleh Perseroan.
Direktur
Utama PLN Nur Pamudji mengatakan pihaknya sangat membutuhkan pasokan gas untuk
pembakit listrik setidaknya mencapai 500 BTU. “Saat ini kita mendapatkan
pasokan gas sebesar 390 BTU. Akan tetapi kalau ditanya apakah itu sudah cukup,
maka saya jelaskan itu masih kurang. Karena kita menginginkan dua kali lipatnya
atau 500 BTU,” imbuhnya.
Permintaan
ini, menurut Pamudji didasarkan masih kurangnya pasokan gas sehingga membuat
kejadian matinya PLTG lantaran pasokan gas yang kurang. Ia menceritakan
kejadian tersebut terjadi di Medan. Akibat kejadian tersebut, pihaknya lalu
menggunakan Bahan Bakr Minyak (BBM) sebagai sumber tenaga pembangkit listrik.
Menurut dia,
kebutuhan gas untuk pembangkit listrik akan mengalami peningkatan. Terlebih
saat PLTG mengambil alih fungsi dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
yang masih menggunakan BBM. Sejauh ini, pembhangkit listrik di daerah Lorok dan
Kalimantan Timur sudah sepenuhnya menggunakan gas. “Pembangkit di Bali yang
semula belum menggunakan gas, nanti akan dapat gas. Jadinya kebutuhannya akan
bertambah,” ucapnya.
Penurunan
pasokan gas untuk listrik disebabkan kendala koneksi yang tak bisa diubah. Saat
ini, jaringan pipa gas di Indonesia tak berhubungan dengan seluruh sumur gas.
Akibatnya jika ada satu sumur gas merosot produksinya pembangkit listrik
langsung terkena dampaknya. Seandainya semua jaringan pipa gas saling
terkoneksi, maka pembangkit listrik bisa saja mendapat pasokan dari tempat
lain.
Sayangnya,
tak semua pembangkit bisa seperti itu. Pembangkit mutakhir dengan kapasitas
lebih dari 10 MW hanya bisa menggunakan gas. Kalau pasokan gasnya berhenti maka
pembangkit listrik itu mati. “Penyebab merosotnya gas, yang bisa menjawab
produsen gas. Alasan rutin yakni, sudah berupaya semaksimal mungkin namun tetap
gagal juga.
Pasokan gas
untuk pembangkit listrik diakui PLN tidak hanya berasal dari PT Perusahaan Gas
Negara (PGN), tetapi juga dari para kontraktor migas lainnya. Gas dari PGN
hanya digunakan untuk pembangkit listrik di Muara Tawar dan Cilegon.
“Pembangkit listrik di Gresik menggunakan gas dari WMO dan Cilegon menggunakan
gas dari CNOOC.
Seperti
diketahui, mata uang rupiah dalam keadaan mengkhawatirkan. Pasalnya rupiah
sempat menyentuh Rp11.000 per dolar. Akibat keadaan tersebut, Pemerintah telah
mengeluarkan 4 kebijakan agar membuat rupiah terkendali. 4 kebijakan tersebut
antara lain perbaikan neraca transaksi perjalanan dan menjaga nilai tukar
rupiah, pemberian insentif, dan menjaga daya beli masyarakat serta menjaga
tingkat inflasi. Dan paket terakhir kebijakan penyelamatan ekonomi itu adalah
percepatan investasi.
·
Pelemahan
rupiah pengaruhi kinerja ekspor-impor
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat (USD), akan memengaruhi kinerja ekspor dan impor di Kalimantan
Timur (Kaltim).
Bank Indonesia (BI) perwakilan Kaltim memperkirakan akan ada pengaruh positif terhadap ekspor Kaltim yang lebih banyak berasal dari sektor sumber daya alam. Bahkan dengan melemahnya rupiah, nilai ekspor Kaltim akan mendorong daya saing ekspor secara relatif.
"Logikanya, rupiah melemah, eskpor untung karena harga komoditi yang akan diekspor menjadi lebih murah," kata Deputi Kepala Kantor BI Perwakilan Kaltim.
Di sisi lain, pelemahan rupiah ini juga akan berdampak sebaliknya dari ekspor. Dengan nilai tukar rupiah saat ini, harga komoditi impor akan semakin mahal. Sehingga, menurunnya nilai rupiah akan menekan laju impor.
"Melemahnya nilai tukar rupiah akan melemahkan daya beli masyarakat secara tidak langsung. Harga barang-barang impor akan meningkat. Jika penghasilan tetap, maka daya beli barang impor tentu menurun.
Namun, melemahnya nilai tukar rupiah sampai saat ini belum berdampak langsung di Kaltim. Jika kondisi ini bertahan lebih lama, tentu dampaknya akan semakin terasa.
Bank Indonesia (BI) perwakilan Kaltim memperkirakan akan ada pengaruh positif terhadap ekspor Kaltim yang lebih banyak berasal dari sektor sumber daya alam. Bahkan dengan melemahnya rupiah, nilai ekspor Kaltim akan mendorong daya saing ekspor secara relatif.
"Logikanya, rupiah melemah, eskpor untung karena harga komoditi yang akan diekspor menjadi lebih murah," kata Deputi Kepala Kantor BI Perwakilan Kaltim.
Di sisi lain, pelemahan rupiah ini juga akan berdampak sebaliknya dari ekspor. Dengan nilai tukar rupiah saat ini, harga komoditi impor akan semakin mahal. Sehingga, menurunnya nilai rupiah akan menekan laju impor.
"Melemahnya nilai tukar rupiah akan melemahkan daya beli masyarakat secara tidak langsung. Harga barang-barang impor akan meningkat. Jika penghasilan tetap, maka daya beli barang impor tentu menurun.
Namun, melemahnya nilai tukar rupiah sampai saat ini belum berdampak langsung di Kaltim. Jika kondisi ini bertahan lebih lama, tentu dampaknya akan semakin terasa.
Referensi : http://ekbis.sindonews.com/read/2013/08/21/32/773784/pelemahan-rupiah-pengaruhi-kinerja-ekspor-impor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar