Pelajar yang merupakan aset bangsa dalam mewujudkan cita-cita
bangsa serta membela tanah air memang selayaknya bertindak sesuai aturan dan
norma yang ada. Selain belajar dan menuntut ilmu, pelajar yang normal
seharusnya menjungjung tingkat nasionalisme serta memiliki akhlak yang baik.
Jika sudah mempunyai poin-poin tersebut, bangsa kita akan terbebas dari hal-hal
yang negative seperti tindakan kekerasan bahkan tindakan asusila.
Belakangan ini Indonesia dikejutkan dengan kelakuan para
pelajar yang sudah bertindak diluar batas normal. Bukan hanya melakukan tawuran
yang memang sangat merugikan semua pihak, melainkan video porno yang sudah
beredar hampir keseluruh tanah air dengan adegan yang menurut dunia pendidikan
sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang pelajar apalagi didepan umum.
Ironisnya, pelajar-pelajar yang melakukan aksi melakukan tersebut sama sekali
tidak merasa keberatan merekam tindakan asusilanya tersebut dan bahkan
menjadikan aksi tersebut sebagai lelucon dan gurauan. Bagaimana hal tersebut
bisa terjadi sedangkan yang seharusnya mereka lakukan adalah belajar serta
menuntut ilmu demi masa depan mereka dan kemajuan bangsa.
Pemerintah yang menanggapi permasalahan tersebut melihat
adanya aspek pengawasan yang rendah dari orang tua pelajar-pelajar tersebut
serta rendahnya pengawasan dari aparat setempat jika ditinjau mengenai kasus
tawuran antarpelajar bahkan antarmahasiswa. Bimbingan yang kuat serta
pengawasan dari pendidik juga sangat diperlukan, apalagi motif yang mendasar
adanya tindak kekerasan atarpelajar tersebut adalah persaingan antar sekolah
serta dendam pribadi dari salah satu pelajar yang menjadi provokator. Tindakan
kekerasan dan asusila yang mewabah kepada pelajar jaman sekarang harus disikapi
dengan bijaksana agar adanya penyelesaian yang efesien. Diperlukan pengawasan
yang lebih dari orang tua dan pendidik sekarang ini agar pelajar yang bersikap
diluar batas bias diarahkan menjadi lebih baik. Jika tidak ada tindakan yang
tegas, tawuran dan tindak asusila akan merajalela serta nilai-nilai bangsa akan
hilang begitu saja.
Pegawasan yang ketat memang merupakan kunci utama yang harus
dilakukan orang tua dan guru-guru sekarang ini. Karena lingkup termudah yang
turut andil dalam pencegahan tidak kekerasan dan asusila terhadap pelajar
adalah dimulai dari keluarga dan lingkungan sekolah. Pemerintah pun harus tetap
berupaya dalam penuntasan kasus-kasus tersebut melalui aparat setempat dan
system keamanan yang berlaku diseluruh wilayah tanah air. Pelajar Indonesia
harus diarahkan kepada segala hal yang positif karena merekalah yang menjadi
generasi penerus bangsa. Menjadi siswa-siswi yang berprestasi dan membanggakan
haruslah menjadi target mereka. Dengan demikian, peran orang tua serta
pemerintah dalam mewujudkan generasi bangsa yang cerdas tidak akan sia-sia.
- · Moralitas video musem pada pelajar jaman sekarang
Pemberitaan media massa terkait video mesum yang dilakukan
pelajar SMP sangat memalukan dan memperihatinkan. Peristwa ini kita tahu
bukanlah yang pertama kali terjadi di negeri yang penduduknya mengaku
beragama ini. Sebagaimana kerap kita saksikan bahwa biasanya setelah ramai
diberitakan kemudian beritanya menghilang dan tidak ada upaya sistematis
untuk mencegah terulangnya kejadian semacam itu. Hingga suatu saat nanti kita
akan saksikan kembali peristiwa serupa bahkan mungkin lebih dahsyat
secara kuantitatif dan kualitatif. Bukan tidak mungkin kasus yang diungkap ke
media massa itu baru sebagian l saja dari perilaku demoralitas yang melanda
negeri ini, sehingga merupakan puncak gunung es. Kenapa krisis moralitas
demikian parahnya di negara yang katanya menganut adat ketimuran yang luhur
dan sopan santun itu. Menurut hemat saya mekanisme pengawsan masyarakat yang
semestinya dimotori oleh para pemimpin tidak berjalan sesuai harapan. Hal disebabkan
pemimpin dan pejabat yang berwenang tidak pernah peduli dan sungguh-sungguh
untuk menemukan akar masalah serta berupaya secara serius mencegah perbuatan
tersebut.
Lihatlah, kita saksikan di pentas politik seorang Presiden
geram dan marah manakala dirinya dikaitkan dengan Bunda Putri. Kegalauan
beliau luar biasa sehingga menjadi berita utama sejumlah media massa. Betapa
ampuh dan besar pengaruhnya tatkala sang Presiden murka. Sayang kegeraman
beliau ini bisa dikatakan bersifat individual tidak memiliki gaung yang
signifikan bagi perubahan mentalitas bangsa. Coba, Presiden mengekspresikan
kemarahannya pada peristiwa video mesum pelajar SMP tersebut diatas tentu
akan berpengaruh luar biasa bagi pembenahan moralitas bangsa. Kepala sekolah,
guru dan orang tua akan kena damprat Presiden karena tidak becus mendidik
anak-anaknya sebagai penrus bangsa kedepan. Saya kira jika Presiden turun
tangan pada persoalan moralitas pelajar tentu bisa menjadi peringatan pihak
terkait dalam pembninaan pelajar. Masyarakat tentu akan lebih apresiatif
ketimbang berharap masyarakat empati pada kasus Bunda Putri.
Apabila tidak ada kepedulian berarti terhadap persoalan
kasus moralitas pelajar SMP dari pimpinan bangsa ini, maka jangan heran kalau
dekadensi moral bangsa ini terus berlanjut. Pemimpin hanya fokus persoalan
besar namun tidak sistemik sementara persoalan yang dianggap sepele seperti
kasus video mesum itu dibiarkan berlalu tanpa perhatian sang pemimpin yang
seharusnya juga menjaga moralitas bangsa, padahal moralitas bangsa sangat
penting dalam peradaban dunia moderen. Di negara Barat yang katanya menganut
sistem liberalisme itu ternyata persoalan moralitas menduduki rangking
pertama perhatian mereka, akses pelajar mempelajari perbuatan tercela
dibatasi, film dan acara televisi amat ketat penayangannay sehingga pelajar
tidak mudah mendapatkan akses untuk itu. Bagaimana dengan di Indonesia?
Sebagai negara Pancasila kita malu ternyata sistem yang kita anut itu di
lapangan berubah menjadi lebih liberalis darim pada sistem liberalisme yang
diterapkan di Barat. Pelajar dengan mudah dapat mengakses hal-hal yang dapat
membentuk mereka meniru perbuatan nista dan jahat. Akumulasi dari menyerapnya
"pelajaran seks" dengan membiarkan perilaku bebas dikalangan remaja
dan mudah di akses melalui acara-acara televisi dan ruang publik lainnya
membuat vidseomesum pelajar SMP tersebut diatas menjadi puncak gunung es
persoalan dekadensi moral dikalangan pelajar.
Banyak jurus telah coba dilakukan, sebanyak itu pula aksi
tawuran masih tetap eksis berlangsung. Entah karena jurusnya kurang jitu atau
semua ini dianggap angin lalu. Pastinya, kita kembali dipaksa menghitung
angka korban yang terus bertambah akibat tawuranpelajar. Sekolah seakan
kehilangan wibawa. Pelajar adu jotos di jam efektif belajar, kita mau bilang
apa. Kebetulan, di luar kendali, tak sengaja, atau kata apa yang bisa
gambarkan lemahnya sistem kontrol sekolah. Sekolah, antara ada dan
tiada.
Bicara soal tawuran pelajar, sekolah menjadi pihak yang paling tergugat. Kata maaf dari pihak sekolah dirasa tak cukup jika mencermati kasus tawuran yang terus berulang. Apalagi untuk mengembalikan nyawa murid yang melayang. Sudah pasti impossible. Kasus yang berulang, tanda kita tak pernah belajar dari pengalaman masa lampau. Dalam hal ini, keseriusan sekolah layak dipertanyakan.
Ada beberapa alternatif solusi yang bisa diupayakan untuk
pecahkan kasus tawuran pelajar. Dari mulai sanksi tegas bagi sekolah yang
pelajarnya sering tawuran, opsi melakukan drop out pada siswa yang terlibat
tawuran, sampai menutup sekolah yang pelajarnya sering tawuran. Mana yang
lebih efektif dilakukan? Kita masih belum tahu jawabannya. Karena semua masih
didiskusikan. Lantas menguap tak ada hasil kajiannya. Ketika tawuran terjadi
lagi, kita baru tergagap bersiap berdiskusi lagi. Sayangnya, kajian yang dulu
dilakukan tak digunakan sebagai rekomendasi untuk menyelesaikan persoalan
tawuran pelajar.
Kewibawaan sekolah menjadi faktor penting yang bisa menjadi
solusi untuk mengurangi bahkan menihilkan kasus tawuran pelajar. Langkah
strategis yang mesti dilakukan agar kewibawaan sekolah tetap terjaga.
Pertama, sekolah mesti punya program kreatif yang bisa
menumbuhkembangkan rasa persahabatan dan solidaritas di antara siswa. Ragam
kegiatan ekstrakurikuler (olahraga, seni, bela diri, dsb) bisa menjadi opsi
terbaik untuk diupayakan. Kegiatan ekstrakurikuler sangat penting untuk
mengasah domain afektif dan psikomotorik pelajar. Hal ini penting agar
pelajar menjadi sosok manusia yang terberdayakan semua potensinya secara
utuh. Tak melulu dijejali teori pelajaran saja. Kedua, guru mesti
dikuatkan fungsinya sebagai pendidik, bukan sekadar sebagai penjual ilmu
pengetahuan saja. Sebuah studi empiris menunjukkan fakta bahwa kualitas
hubungan guru dan siswa semenjak masuk SMP dan jenjang sekolah yang lebih
tinggi semakin berkurang
Guru tak pernah tahu persoalan apa yang mendera siswa.
Kalau pun tahu, mungkin hanya sekadar tahu saja. Tak ada upaya untuk
mengambil peran sebagai sahabat yang mau mendengarkan masalah mereka.
Selanjutnya, mengupayakan pemecahan masalah tanpa menimbulkan masalah
baru.
Ketiga, forum komunikasi kepala sekolah atau guru yang
melibatkan beberapa sekolah di suatu wilayah mesti mengagendakan pembahasan
khusus terkait soal ini. Forum ini menjadi ajang saling tukar informasi dan
menetapkan langkah strategis agar kasus tawuran pelajar bisa diredam. Jangan
sampai pelajar lebih solid menggelar forum, lebih kreatif mendisain program
untuk melestarikan budaya tawuran. Jangan sampai senior di sekolah lebih
berwibawa ketimbang guru. Kalau terjadi, ini namanya murid
"mengencingi" guru.
Keempat, orang tua dan guru mesti mengintrospeksi diri apakah sudah bisa menjadi teladan buat putra-putri mereka. Jika mereka mampu memberikan teladan di rumah dan sekolah, logikanya lebih mudah bagi orang tua dan guru untuk mendidik anak-anak mereka. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar