Profesi
akuntan sudah ada sejak abad ke-15, walaupun sebenarnya masih dipertentangkan
para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Di Inggris pihak yang
bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk
memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang
disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut
sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk
dikelola/ dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi
antara pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya
kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana
kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh
pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif
yang mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan
inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh
masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola
dana. Pihak itulah yang dikenal sebagai Auditor.
Menurut
International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) yang dimaksud
dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan
keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan
yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Sejarah Perkembangan Profesi Akuntan
dibagi 4 periode, sebagai berikut :
1.
Periode sebelum
kemerdekaan.
Selama masa
penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah
akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu
pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan
secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan
akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2.
Masa
Orde Lama
Praktik
akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar
tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia
dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan
Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda
mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana
yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang
merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan
penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini.
Kegiatan
ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun
1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha
Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan
ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang
terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia
pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya
diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu
kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal
auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn-yang
sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan
pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van
Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman
Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government
Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang
pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia
pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu
kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting
Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja
sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang akuntansi
adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan
Pajak pada tanggal 21 September 1929.
Kesempatan
bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan
mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan
yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model
Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan
pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Pada
tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas
Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda tidak
mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan
Universitas Indonesia bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan Belanda
mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957.
professor Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua
Umum IAI yang pertama. Tujuan didirikannya IAI ini antara lain
mempromosikan status profesi akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan
meningkatkan keahlian serta kompetensi akuntan.
Atas dasar
nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke
praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi
model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang
terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan
tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan
akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas
Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada
1964 telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model
Amerika pada tahun 1960.
Selama tahun
1960an, menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan permintaan
jasa akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi akuntansi
di Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik yang
terjadi pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi akuntansi.
3.
Masa
Order Baru
Profesi
akuntansi mulai berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam
Negeri 1968. Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan
konvensi akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama
disebabkan oleh adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan
bersertifikat menjadi anggota IAI.
Pada tahun
1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika. Pada
pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian
terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk
menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar-dengan
dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh
dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional.
Pada tahun
1973, IAI membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk mendukung terciptanya
perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan Pengembangan Ilmu Akuntansi
Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk mendukung pengembangan profesi
melalui program pelatihan dan kegiatan penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985
dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini
didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun
1993. misinya adalah untuk mengembangkan pendidikan akuntansi, profesi
akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.
Kemajuan
selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori
Proyek Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar
akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian
Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan
Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan
publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai
akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini
mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri
Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur
perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini
kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).
Empat puluh
lima tahun setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang
diakui keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan
manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi
akuntansi menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada
tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di
Indonesia. Hal ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut,
banyak yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit
opinions) dari akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB)
menyetujui Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk
mendukung usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan
perusahaan (governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang
disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
·
Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam melaksanakan audit
·
Direktur bertanggung jawab
atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.
4.
Masa
Sekarang
Jatuhnya
nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah
untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi
atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan
secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya
kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Walaupun
demikian, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai
sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari
pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan
ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa
akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya
profesi adalah:
·
Tumbuhnya pasar modal
·
Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun
non-bank.
·
Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan
peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
·
Berkembangnya penanaman
modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada awal
1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen
Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson
pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan
yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
·
Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi
masyarakat
·
Makin baiknya transportasi dan komunikasi
·
Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
·
Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari
fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi
perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan
menimbulkan:
·
Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup
pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan
akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
·
Kebutuhan akan tenaga
spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup
kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
·
Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan
berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam
dan rumit.
Tahun 2001,
Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan Undang-Undang
Akuntan Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan dibenetuknya
UU Akuntan Publik adalah :
·
Melindungi kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan
public.
·
Memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan
publik.
·
Mendukung pembangunan ekonomi nasional dan menyiapkan akuntan
dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan publik.
Hal penting
dalam RUU AP ini adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik dan
kantor akuntan publik dapat dituntut dengan sanksi pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar