SOFTSKILL
ASPEK HUKUM DALAM
EKONOMI
HUKUM PERDATA
Nama : Aisyah Mayasari
Npm :
20211480
Kelas : 2EB10
Kelas : 2EB10
UNIVERSITAS
GUNADARMA
JL.
MARGONDA RAYA DEPOK
A. HUKUM
PERDATA YANG ADA DIINDONESIA
Indonesia memiliki dua jenis
system hukum yang di jalankan, yaitu hukum perdata dan hukum pidana. Keduanya tentu saja
berbeda, dan memiliki aturannya masing masing. Jika hukum pidana adalah hukum
yang telah di atur sesuai dengan perundang undangan Republik Indonesia,
sehingga ketika seseorang melakukan kesalahan atau melanggar peraturan, maka
akan terjadilah sebuah tindakan Negara untuk member hukuman sesuai dengan apa
yang telah di tetapkan dalam UUD. Berbeda halnya dengan hukum perdata yang
terjadi di Indonesia, hukum yang mengatur tentang hubungan hak seseorang dengan
orang lainnya atau di katakana dengan hubungan kepentingan antara individu
dengan individu lainnya. Kali ini akan membahas
tentang hukum perdata yang berlaku di Negara Indonesia.
Hukum perdata adalah hukum yang akan di jatuhkan untuk seseorang yang
menjadi pelaku yang di laporkan oleh seseorang yang merasa pihaknya di rugikan.
Dengan adanya tuntutan dari pihak yang merasa di rugikan tersebut, maka
seseorang yang di tuduh melakukan hal hal yang dapat merugikan orang tersebut
maka ia akan mendapatkan hukumannya sesuai dengan hukum yang mengatur tentang
masalah tersebut. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum
Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik
perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari
Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan
dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau
Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang
merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan
budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Hukum perdata Indonesia Salah satu bidang hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara
subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai
lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha
negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara
penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum
tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum
Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan
negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris,
misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum
komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di
Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata
Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal
KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang
tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan
Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan
azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda,
BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum
perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab
undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian,
yaitu:
* Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum
keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak
keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian
dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
* Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
* Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
* Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka
KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia
Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya
serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah
panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang
dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia
dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia,
pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah
Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk
turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak
berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya
sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud
Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi
keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing
sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia
baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya
diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah
yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak
menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi
KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April
1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD
1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan
undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda
disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum
perdata Indonesia.
B.
SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Sejarah membuktikan bahwa Hukum
Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum
Perdata Eropa. Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum
Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum
kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai
hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak
terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki
peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda. Oleh
karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang
menunjang, sehingga orang mencari jalan untuk kepastian hukum dan
keseragaman hukum.
Pada tahun 1804batas prakarsa
Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama
“Code Civil des Francais” yang juga dapat disebut “Code Napoleon”.
Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi anatar
lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman
Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada
kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan degan adanya penjajahan
oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek
Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya
mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk
dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland). Setelah berakhirnya
penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, Code
Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap
berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh karena perkembangan jaman,
dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini,
bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum
Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya
BW (Burgelijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk
Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code
Civil des Francais danCode de Commerce.
Dan pada tahun 1948,kedua Undang-undang produk
Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie
(azas Politik Hukum). Sampai saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP)
untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
C.
PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Hukum Perdata ialah hukum yang
mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Hukum Perdata dalam
arti luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai
lawan dari Hukum Pidana.
Hukum Privat (Hukum Perdata
Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar
perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing yang
bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban
seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap
orang lain dalam suatu masyarakat tertentu. Disamping Hukum Privat Materiil,
juga dikenal Hukum Perdata Formil yang sekarang dikenal denagn HAP (Hukum Acara
Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala aperaturan
yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan
perdata.
Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia
Kondisi Hukum
Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu
masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman
Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari
berbagai suku bangsa.
2.
Faktor Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk
Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
·
Golongan Eropa dan yang dipersamakan
·
Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang
dipersamakan.
·
Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing
golongan yaitu:
1. Bagi golongan Eropa dan yang
dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan
dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas
konkordansi.
2. Bagi golongan Bumi Putera
(Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum
yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum
Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
3. Bagi golongan timur asing (bangsa
Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan
Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan
diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa
macam tindakan hukum tertentu saja.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda
terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische
Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR
(Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1. Hukum Perdata dan Dagang (begitu
pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus
diletakan dalam kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa Eropa harus
dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas
Konkordansi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia
Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dan lainnya) jika ternyata bahwa
kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan
untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
4. Orang Indonesia Asli dan orang
Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan
bersama denagn bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang
berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum
maupun secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa
Indonesai ditulis di dalam Undang-undang. Maka bagi mereka itu akan tetap
berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang
secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
-
Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no7.4).
-
Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570
berhubungan denag no 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan
yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
-
Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
-
Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
-
Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika
Hukum Perdata Kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat pertama yaitu, dari
pemberlaku Undang-undang berisi:
Buku I
: Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan
hukum kekeluargaan.
Buku II
: Berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum
waris.
Buku III : Berisi
tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik
antar orang-orang atau pihak-pihak tetentu.
Buku IV :
Berisi tentang pembuktian dak daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat
pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa.
Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum / Doktrin
dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.
Hukum rentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dan hukum, mengatur tentang prihal
kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentan hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan itu.
2.
Hukum Kekeluargaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan
kekeluargaan yaitu Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan
antara suami denagn istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan
curatele.
3.
Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi
atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan
Hak Mutlak dan Hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tetetu saja
dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat
dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu
benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat
terlihat.
·
Hak seorang pelukis atas karya lukisannya
·
Hak seorang pedagang untuk memakai
sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
4.
Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meningal. Disamping
itu hukumwarisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang.
Review:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar